47
5232

Ramadhany Wicaksono : Mahakarya Yang Harus Dinikmati

Last Updated on September 24, 2014 by

Keinginan untuk mengendarai motor dengan nuansa racing dan sporty yang sesungguhnya, membuat lelaki kelahiran Jakarta 24 tahun silam ini, mengganti tunggangan lamanya dengan motor berkapasitas mesin yang lebih besar. Selain masalah ngin mencicipi nikmatnya berada diatas motor gede, juga untuk merasakan motor yang memang dirancang dan di desain khusus untuk dikendarai secara sporty.

Ya. Dirinya menjatuhkan pilihan pengganti Kawasaki Ninja 250R nya pada Suzuki GSX-R 600 lansiran 2009.

Adalah Ramadhany Wicaksono yang kini sedang doyan-doyannya riding bareng tunggangan bermesin 600 cc yang dibelinya sejak Januari 2010 silam. Menurutnya, Suzuki GSX-R 600 atau yang biasa disebut Gixxer ini memiliki karakter pengendaraan yang user friendly. Selain itu, disain dan garis bodi yang tegas dan dinamis, sangat sesuai dengan karakter dirinya yang dinamis.

“Sebelumnya gw pake Kawasaki Ninja 250R, tapi ada kesan plin-plan yang gw temuin pada disain Ninja 250R. Menurut gw pribadi agak kontroversial konsepnya. Karena dilihat dari body motor ini menerangkan bahwa dia adalah motor sport sejati, tetapi dari riding position dan kemampuan mesin juga manuvernya, motor ini lebih diperuntukan untuk touring dan city riding. Jadi bagi gw motor ini agak plin plan,” jelas lelaki jebolan Universitas Pelita Harapan ini.

“Kenapa gixxer, karena motor ini mempunyai karakter ramah untuk untuk motor sport sekelasnya, dimana gw juga gak mau balap serius. Model dan garis-garisnya juga sesuai dengan karakter gw,” tambah nya.

Melihat kemampuannya mengendalikan Gixxer 600 di sirkuit Sentul cukuplah untuk mendapat acungan jempol. Pasalnya, kendati baru lima bulan mengendarai GSX-R 600 dengan volume yang terbilang jarang, dirinya mampu mencatat waktu 1 menit 54 detik untuk satu putaran. Untuk kecepatan puncak, dirinya hanya berani memutar tuas gas hingga speedo meter digitalnya menunjukkan angka 255 km/jam.

“Bukannya gak berani, tapi gw main di Sentul cuma buat senang-senang aja. Karena kalau memang mau serius, gw rasa bukan pada porsinya menggunakan motor ini. Dengan harga sedemikian tinggi untuk dibalapkan,resikonya tinggi pula.”

“Kebayang dong gw yang masih amatiran ngebut diatas 250 km/jam, kalo jatoh sayang motornya men. Tapi pengen coba ikut sih di kelas pemula, yaa sekedar ingin tau aja,” jelasnya sambil tertawa.

Lelaki yang kini bekerja di dua perusahaan memang akan mencoba turut memeriahkan kejuaran Junior SuperBike pada akhir pekan mendatang di Sentul. Namun tak ada sedikitpun terbersit dalam hatinya untuk menjadi pembalap atau bahkan rutin bermain disentul sekalipun. Menurutnya asal bisa melampiaskan rasa penasaran dan bisa tertawa bareng teman-teman, itu sudah cukup.

Memiliki motor sport keluaran Suzuki ini memang memberi kebanggaan tersendiri bagi dirinya. Bagaimana tidak, berada diatas motor sport ber cc besar merupakan impiannya sejak kecil yang kini menjadi kenyataan. Bahkan menjadi suatu kenikmatan tersendiri yang tak bisa tergantikan kendati hanya dengan memegang dan memandanginya.

“Jelas ini merupakan kebanggan tersendiri memiliki motor sport yang gw idamkan dari kecil. Akhirnya sekarang motor itu sudah nangkring di garasi. Selain itu, melalui motor gw juga dapat teman-teman baru bahkan dari kalangan artis sekalipun,” papar lelaki yang demen banget sama musik Dream Theater dan Incubus ini.

“Gak cuma itu aja, yang pasti gw punya lifestyle baru. Dan yang gak kalah pentingnya motor ini kadang memberi kenikmatan luar biasa saat gw ngelap-ngelap bodinya, dipandang-pandang dari sudut sini dan sana. Kalo udah gatel yah dibawa jalan aja,” tambah lelaki yang berdomisili di kawasan Cibubur, Jakarta-Timur.

Menurut lelaki jebolan Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan jurusan Desain Produk UPH ini, ada pandangan berbeda pada sosok motor besar. Pertama dirinya bisa menikmati sebuah kendaraan karya professor-professor dimana setiap part, material, sudut dan bahkan warnanya memiliki sebuah alasan.

Dirnya juga menikmati sudut setiap motor khususnya motor sport, dimana semua sudut itu hasil dari sebuah kalkulasi, kalibrasi dan perhitungan yang matang. Karena latar belakang pendidikannya dari desain produk, Dhani tahu betul betapa sulitnya membuat sebuah motor hingga bisa berevolusi sedemikian matang karena mempelajari kesalahan-kesalahan dari produk sebelumnya.

“Oleh karena itu gw bisa menghargai bahwa motor sport itu adalah kolaborasi dari ribuan perhitungan hingga pada akhirnya bisa di proyeksikan pada sebuah produk berupa motor yang bisa gw anggap sebuah maha karya yang harus kita hargai dan nikmati,” tandasnya.


Ramadhani Wicaksono : Mahakarya Yang Harus Dinikmati
Keinginan untuk mengendarai motor dengan nuansa racing dan sporty yang sesungguhnya, membuat lelaki kelahiran Jakarta 24 tahun silam ini, mengganti tunggangan lamanya dengan motor berkapasitas mesin yang lebih besar. Selain masalah ngin mencicipi nikmatnya berada diatas motor gede, juga untuk merasakan motor yang memang dirancang dan di desain khusus untuk dikendarai secara sporty.
Ya. Dirinya menjatuhkan pilihan pengganti Kawasaki Ninja 250R nya dengan Suzuki GSX R 600.
Adalah Ramadhani Wicaksono yang kini sedang doyan-doyannya riding bareng tunggangan bermesin 600 cc yang dibelinya sejak Januari 2010 silam. Menurutnya, Suzuki GSX R 600 atau yang biasa disebut Gixxer ini memiliki karakter pengendaraan yang user friendly. Selain itu, disain dan garis bodi yang tegas dan dinamis, sangat sesuai dengan karakter dirinya yang dinamis.
“Sebelumnya gw pake Kawasaki Ninja 250R, tapi ada kesan plin-plan yang gw temuin pada disain Ninja 250R. Menurut gw pribadi agak kontroversial konsepnya. Karena dilihat dari body motor ini menerangkan bahwa dia adalah motor sport sejati, tetapi dari riding position dan kemampuan mesin juga manuvernya, motor ini lebih diperuntukan untuk touring dan city riding. Jadi bagi gw motor ini agak plin plan,” jelas lelaki jebolan Universitas Pelita Harapan ini.
“Kenapa gixxer, karena motor ini mempunyai karakter ramah untuk untuk motor sport sekelasnya, dimana gw juga gak mau balap serius. Model dan garis-garisnya juga sesuai dengan karakter gw,” tambah nya.
Melihat kemampuannya mengendalikan Gixxer 600 di sirkuit Sentul cukuplah untuk mendapat acungan jempol. Pasalnya, kendati baru lima bulan mengendarai GSX R 600 dengan volume yang terbilang jarang, dirinya mampu mencatat waktu 1 menit 54 detik untuk satu putaran. Untuk kecepatan puncak, dirinya hanya berani memutar tuas gas hingga speedo meter digitalnya menunjukkan angka 255 km/jam.
“Bukannya gak berani, tapi gw main di Sentul cuma buat senang-senang aja. Karena kalau memang mau serius, gw rasa bukan pada porsinya menggunakan motor ini. Dengan harga sedemikian tinggi untuk dibalapkan,resikonya tinggi pula.”
“Kebayang dong gw yang masih amatiran ngebut diatas 250 km/jam, kalo jatoh sayang motornya men. Tapi pengen coba ikut sih di kelas pemula, yaa sekedar ingin tau aja,” jelasnya sambil tertawa.
Lelaki yang kini bekerja di dua perusahaan memang akan mencoba turut memeriahkan kejuaran Junior SuperBike pada akhir pekan mendatang di Sentul. Namun tak ada sedikitpun terbersit dalam hatinya untuk menjadi pembalap atau bahkan rutin bermain disentul sekalipun. Menurutnya asal bisa melampiaskan rasa penasaran dan bisa tertawa bareng teman-teman, itu sudah cukup.
Memiliki motor sport keluaran Suzuki ini memang memberi kebanggaan tersendiri bagi dirinya. Bagaimana tidak, berada diatas motor sport ber cc besar merupakan impiannya sejak kecil yang kini menjadi kenyataan. Bahkan menjadi suatu kenikmatan tersendiri yang tak bisa tergantikan kendati hanya dengan memegang dan memandanginya.
“Jelas ini merupakan kebanggan tersendiri memiliki motor sport yang gw idamkan dari kecil. Akhirnya sekarang motor itu sudah nangkring di garasi. Selain itu, melalui motor gw juga dapat teman-teman baru bahkan dari kalangan artis sekalipun,” papar lelaki yang demen banget sama musik Dream Theater dan Incubus ini.
“Gak cuma itu aja, yang pasti gw punya lifestyle baru. Dan yang gak kalah pentingnya motor ini kadang memberi kenikmatan luar biasa saat gw ngelap-ngelap bodinya, dipandang-pandang dari sudut sini dan sana. Kalo udah gatel yah dibawa jalan aja,” tambah lelaki yang berdomisili di kawasan Cibubur, Jakarta-Timur.
Menurut lelaki jebolan Fakultas Teknis jurusan Industrial Design UPH ini, ada pandangan berbeda pada sosok motor besar ini. Pertama dirinya bisa menikmati sebuah kendaraan karya professor-professor dimana setiap part, material, sudut dan bahkan warnanya memiliki sebuah alasan.
Dirnya juga menikmati sudut setiap motor khususnya motor sport, dimana semua sudut itu hasil dari sebuah kalkulasi, kalibrasi dan perhitungan yang matang. Karena latar belakang pendidikannya dari desain produk, Dhani tau betul betapa sulitnya membuat sebuah motor hingga bisa berevolusi sedemikian matang karena mempelajari kesalahan-kesalahan dari produk sebelumnya.
“Oleh karena itu gw bisa menghargai bahwa motor sport itu adalah kolaborasi dari ribuan perhitungan hingga pada akhirnya bisa di proyeksikan pada sebuah produk berupa motor yang bisa gw anggap sebuah maha karya yang harus kita hargai dan nikmati,” tandasnya.
“Oleh karena itu gw bisa menghargai bahwa motor sport itu adalah kolaborasi dari ribuan perhitungan, hingga pada akhirnya bisa di proyeksikan pada  sebuah produk berupa motor yang bisa gw anggap sebuah maha karya yang harus kita hargai dan nikmati,” tandasnya.