Last Updated on August 4, 2024 by Admin Gilmot
Modifikasi pada sepeda motor banyak dilakukan oleh banyak orang. Modifikasi menjadi salah satu cara bagi para pemilik motor untuk mengekspresikan dirinya. Selain itu, modifikasi juga banyak dilakukan untuk mengejar fungsionalnya.
Tapi, ada juga beberapa modifikasi yang nyatanya malah membahayakan keamanan berkendara. Selain itu, banyak juga modifikasi yang menyalahi aturan lalu lintas.
Beberapa di antaranya, seperti mengubah lampu belakang menjadi warna putih, menggunakan ban dengan profil yang kecil atau biasa disebut ban cacing, menggunakan pelat nomor Thailand, menggunakan strobo dan sirene, dan lainnya.
- Mengubah Lampu Belakang Jadi Warna Putih
Banyak pengendara sepeda motor yang memodifikasi lampu belakang menjadi berwarna putih. Lampu tersebut sangat menyilaukan. Sehingga, tak hanya mengganggu keamanan dan kenyamanan pengendara yang ada di belakang, tapi juga membahayakan.
Perlu diketahui, warna lampu pada kendaraan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 55 Tahun 2012 Pasal 3 tentang Kendaraan:
- Lampu utama dekat berwarna putih atau kuning muda.
- Lampu utama jauh berwarna putih atau kuning muda.
- Lampu penunjuk arah berwarna kuning tua, dengan sinar kelap-kelip.
- Lampu rem berwarna merah.
- Lampu posisi depan berwarna putih atau kuning muda.
- Lampu posisi belakang berwarna merah.
- Lampu mundur dengan warna putih atau kuning muda, kecuali untuk sepeda motor.
- Lampu penerangan tanda nomor kendaraan bermotor di bagian belakang berwarna putih.
- Lampu isyarat peringatan bahaya berwarna kuning tua, dengan sinar kelap-kelip.
- Lampu tanda batas dimensi kendaraan bermotor, berwarna putih atau kuning muda, untuk kendaraan bermotor yang lebarnya lebih dari 2.100 mm untuk bagian depan, dan berwarna merah untuk bagian belakang.
- Alat pemantul cahaya berwarna merah, yang ditempatkan pada sisi kiri dan kanan bagian belakang kendaraan Bermotor.
Selain itu, Pasal 106 juga menjelaskan lebih lanjut, yakni:
Dilarang memasang lampu pada Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan atau Kereta Tempelan yang menyinarkan:
- Cahaya kelap-kelip, selain lampu penunjuk arah dan lampu isyarat peringatan bahaya
- Cahaya berwarna merah ke arah depan
- Cahaya berwarna putih ke arah belakang kecuali lampu mundur.
- Menggunakan Ban Cacing
Penggunaan ban cacing banyak dilakukan oleh para pecinta modifikasi bergaya Thailook. Ban cacing ini umumnya memiliki ukuran 50/90-17 atau 60/80-17. Awalnya, ban model ini digunakan hanya untuk balap trek lurus alias drag bike. Lalu, berlanjut ke kontes modifikasi. Sayangnya, tak sedikit yang menggunakannya untuk harian.
Secara aturan, penggunaan ban cacing memang tidak melanggar. Tapi, ada bahaya yang mengintai penggunanya. Risiko terjatuh saat menikung menjadi besar. Sebab, kembangan ban tidak maksimal menempel di aspal.
- Menggunakan Pelat Nomor Thailand
Selain ban cacing, banyak juga pecinta modifikasi yang memodifikasi motornya bergaya Thailook dengan menggunakan pelat nomor Thailand. Padahal, aturan soal Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Dalam aturan tersebut, pelat nomor kendaraan sudah ditentukan spesifikasi teknisnya. Jadi, bukan hanya nomor yang tercantum, tapi ada ketentuan panjang hingga lebarnya. Dalam UU LLAJ, dijelaskan juga bahwa TNKB harus memenuhi syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan. Sepeda motor yang kedapatan tidak dipasangi atau dilengkapi TNKB yang ditetapkan oleh Polri, maka dapat dikenakan sanksi. Sanksinya adalah pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
- Menggunakan Strobo dan Sirene
Tidak sedikit pengguna sepeda motor, termasuk komunitas motor, yang menggunakan strobo dan sirene pada motornya. Aksesori tersebut digunakan saat melakukan konvoi dan meminta jalan. Sehingga, pengguna jalan lainnya menilai tindakan tersebut menjadi arogan.
Menurut UU LLAJ, strobo dan sirene tidak boleh digunakan oleh sembarang orang. Aturan tersebut tepatnya tercantum dalam Pasal 59. Pasal tersebut mengatur tentang kendaraan yang boleh menggunakan lampu-lampu isyarat dan sirene. Begitu pula dengan arti warna lampu yang digunakan.
Aturan warna sirene diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 59 Nomor 5:Â
Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:Â
- Lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;Â
- Lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; danÂ
- Lampu isyarat warna kuning tanpa sirine digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.
Tentunya, para pelanggarnya akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni Pasal 287 ayat 4 UU LLAJ, yang berbunyi seperti berikut:
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.”