3942
25100

Masyarakat Butuh Aturan Lalulintas

Last Updated on September 8, 2014 by

GILAMOTOR.com – Mayoritas masyarakat memandang perlu adanya aturan di jalan raya agar lalu lintas jalan menjadi lebih aman dan selamat. Survey yang digelar Road Safety Association (RSA) Indonesia menyebutkan bahwa 97,04% masyarakat merasa perlu adanya aturan.

Di sisi lain, survey yang dilakukan pada 2014 itu juga menyebutkan bahwa hanya 47,51% warga yang mengaku tahu tentang aturan yang berlaku saat ini.

Pemberlakukan aturan dianggap sebagai upaya untuk mewujudkan lalu lintas jalan yang aman, nyaman, dan selamat. RSA juga menjelaskan, dari hasil survey sebanyak 51,87% masyarakat berpendapat bahwa keselamatan jalan itu adalah taat aturan dan tidak tabrakan. Persepsi ini cukup relevan jika melihat fakta data Korlantas Mabes Polri tahun 2013 yang menyebutkan mayoritas pemicu kecelakaan, yakni 42% adalah perilaku tidak tertib. Perilaku seperti ini bisa disimpulkan sebagai tindakan melanggar aturan demi kepentingan diri sendiri. Ironisnya, berujung tabrakan.

Secara teori, jika peraturan ditegakkan dengan tegas, konsisten, kredibel, transparan, dan tidak pandang bulu, memungkinkan menyusutnya pelanggaran atas aturan. Pada gilirannya, merujuk pada data yang ada, bila pelanggaran berkurang, peluang terjadinya kecelakaan juga bisa mengecil. Fakta memperlihatkan, saat ini, setiap hari terjadi 270-an kecelakaan yang merenggut 70-an jiwa per hari.

“Hasil survey kami juga memperlihatkan bahwa sebanyak 84,58% masyarakat menganggap penegakan hukum di jalan masih belum tegas dan konsisten,” ujar Edo Rusyanto, ketua umum RSA Indonesia, di Jakarta (29/6).

Hanya sebanyak 12,93% yang merasa penegakan hukum sudah tegas dan konsisten. Selebihnya mengaku tidak peduli, tidak tahu, dan memilih tidak menjawab, yakni 2,49%.

Persepsi publik soal polisi lalu lintas yang mesti diprioritaskan untuk dipatuhi di jalan juga amat minim, yaitu 24,92%. Survey memperlihatkan, masyarakat menganggap rambu lalu lintas yang lebih dipatuhi (72,43%) sekalipun saat itu ada polisi, petugas dinas perhubungan, dan rambu lalu lintas.

Persepsi ini bisa jadi memperlihatkan rendahnya pengetahuan publik tentang diskresi polisi lalu lintas.

“Tak heran ketika menemui instruksi polisi untuk maju hingga melibas zebra cross, esok harinya ketika tidak ada instruksi polantas, masyarakat mendiskresikan dirinya sendiri. Memprihatinkan,” tutup Edo.