7
2111

Anak Jangan Dijadikan Tameng

Last Updated on September 11, 2014 by

GilaMotor,JAKARTA.- Memperingati hari Anak Nasional, Gila Motor coba beralih sedikit dari masalah hingar bingar dan gencarnya para pabrikan memproduksi kuda besi dengan target-target yang luar biasa tinggi. Ada sisi lain yang manarik untuk kita telaah lebih jauh masalah anak, namun tetap dalam payung duania roda dua.
Diluar masalah pendidikan dan pengayoman orang tua terhadap anaknya, tak sedikit orang tua yang menjadi sumber petaka bagi buah hati tercintanya.
Contoh kecil yang sering kita lihat didepan mata, atau bahkan pelakunya adalah kita sendiri adalah membawa si kecil dengan motor. Namun kita tak sadar telah melakukan tindakan yang berpotensi mencelakai buah hati kita sendiri.
Bukan masalah memboncenya, tapi penempatan si kecil yang berada didepan pembawa motor. Secara tidak langsung, tubuh buah hati kita menjadi tameng tubuh sang ayah dari kejamnya hempasan angin jalanan dengan berjuta partikel debu dan virus yang tak kasat mata.
Jawaban dari persoalan ini sangat sederhana, “biaya dan kenyamanan transportasi yang tak memadai”. Dengan motor, perjalanan akan semakin cepat dan mudah, tak perlu repot berdesakan dan turun naik bus atau angkutan yang terburu-buru karena bis menurunkan penumpang bukan pada tempatnya. Atau bahkan sang supir yang menjalankan kendaraannya sebelum penumpang benar-benar pada posisi aman saat turun dari bus.
Well, Jawaban ini mungkin terdengar klise dan bisa ditoleransi. Karena kita tahu sendiri bagaimana carut-marutnya sebagian angkutan umum sebagai moda transportasi masyarakat.
Namun apakah tindakan membonceng anak didepan dan mambwa lebih dari 2 orang penumpang dibenarkan? Jawabannya jelas tidak. Mengapa.?
Menurut Edo Rusyato, salah satu penggalak safety riding yang berada dalam naungan Road Safety Association (RSA) mengungkapkan bahwa kondisi itu beresiko sangat tinggi, bukan hanya bagi pengendara tapi seluruh penumpang motor.
“Ok, persoalan ekonomi dan efisiensi waktu sepeda motor bisa menjadi solusi. Namun, dari sisi risiko kecelakaan lalu lintas jalan, tentu saja ada perhitungan sendiri. Sang pengendara akan terganggu konsentrasinya jika si anak tertidur atau melakukan gerakan tiba-tiba. Ruang untuk mengemudikan stang motor juga terganggu manuvernya. Belum lagi bicara keseimbangan, termasuk ketika hendak berbelok, menghindari lubang atau berputar arah,” jelas lelaki yang juga penulis buku Industri Sepeda Motor ini.
Edo menambahkan, “Dalam tiga tahun terakhir, jumlah korban anak Sekolah Dasar akibat kecelakaan motor terus meningkat. Dibanding dengan anak SMP, SMA atau bahkan Mahasiswa, anak SD menempati posisi tertinggi angka kecelakaan motor siswa sekolah,” jelasnya.
Masih menurut Edo, di sisi lain, regulasi Undang Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), mengancam sanksi denda atau pidana bagi pengendara sepeda motor yang membawa pembonceng lebih dari satu. Artinya, sepeda motor hanya diizinkan untuk dikendarai maksimal dua orang. Sanksinya bisa denda maksimal Rp 250 ribu atau kurungan badan maksimal dua bulan.
Senada dengan Edo Rusyanto, Training Director JDDC Crash Free Int, Jusri Pulubuhu, mengungkapkan bahwa membonceng anak didepan atau diantara pengendara dan boncenger paling belakang sama beresikonya.
Nemurut Jusri, tindakan atau prikaku Unsafe ini diakibatkan kurangnya pendidikan dalam konteks keselamatan berkendara. Masih menurut Jusri, kondisi kecelakaan menjadi juga perhatian WHO yang diindikasikan akibat kurangnya pendidikan dalam kontek keselamatan berkendara.
Kurangnya pengetahuan masalah keselamatan berkendara memicu timbulnya tindakan dan prilaku yang membahayakan.
“Disini dituntut komitmen penguasa untuk menerapkan apa yang telah diungkapkan terutama tenatang masalah keselamatan berkendara. Para penguasa itu harus terus menggalakan pendidikan dan sosialisasi masalah keselamatan berkendara,” kata Jusri.
Jusri menambahkan, bahwa prilaku dan posisi pengendara serta boncenger juga memperngaruhi dampak kecelakaan yang terjadi.
Menyongsong Hari Anak Nasional (HAN), 23 Juli, tak ada salahnya jika para orang tua lebih meningkatkan kesadaran pentingnya keselamatan di jalan. Isu ini masih selaras dengan tema sentral yang diusung pemerintah dalam Peringatan HAN 2010 yakni “Anak Indonesia Belajar Untuk Masa Depan”. Dengan Sub Tema: “Kami Anak Indonesia, Jujur, Berakhlak Mulia, Sehat, Cerdas Dan Berprestasi.”
“Melalui tema tersebut diharapkan seluruh komponen bangsa terinspirasi untuk terus meningkatkan perhatian terhadap pentingnya mempersiapkan anak-anak Indonesia menjadi generasi unggul yang memiliki karakter jujur, berakhlak mulia, sekaligus sehat, cerdas dan berprestasi,” pungkas Edo.
Foto : Edo Rusyanto

GilaMotor,JAKARTA.- Memperingati hari Anak Nasional, Gila Motor coba beralih sedikit dari masalah hingar bingar dan gencarnya para pabrikan memproduksi kuda besi dengan target-target yang luar biasa tinggi. Ada sisi lain yang manarik untuk kita telaah lebih jauh masalah anak, namun tetap dalam payung dunia roda dua.

Diluar masalah pendidikan dan pengayoman orang tua terhadap anaknya, secara sadar atau pun tidak, tak sedikit orang tua yang menjadi sumber petaka bagi buah hati tercintanya.

Contoh kecil yang sering kita lihat didepan mata, atau bahkan pelakunya adalah kita sendiri adalah membawa si kecil dengan motor. Namun kita tak sadar telah melakukan tindakan yang berpotensi mencelakai buah hati kita sendiri.

Bukan masalah memboncenya, tapi penempatan si kecil yang berada didepan pembawa motor. Secara tidak langsung, tubuh buah hati kita menjadi tameng tubuh sang ayah dari kejamnya hempasan angin jalanan dengan berjuta partikel debu dan virus yang tak kasat mata.

Jawaban dari persoalan ini sangat sederhana, “biaya dan kenyamanan transportasi yang tak memadai”. Dengan motor, perjalanan akan semakin cepat dan mudah, tak perlu repot berdesakan dan turun naik bus atau angkutan yang terburu-buru karena bis menurunkan penumpang bukan pada tempatnya. Atau bahkan sang supir yang menjalankan kendaraannya sebelum penumpang benar-benar pada posisi aman saat turun dari bus.

Well, Jawaban ini mungkin terdengar klise dan bisa ditoleransi. Karena kita tahu sendiri bagaimana carut-marutnya sebagian angkutan umum sebagai moda transportasi masyarakat.

Namun apakah tindakan membonceng anak didepan dan mambwa lebih dari 2 orang penumpang dibenarkan? Jawabannya jelas tidak. Mengapa.?

Menurut Edo Rusyato, salah satu penggalak safety riding yang berada dalam naungan Road Safety Association (RSA) mengungkapkan bahwa kondisi itu beresiko sangat tinggi, bukan hanya bagi pengendara tapi seluruh penumpang motor.

“Ok, persoalan ekonomi dan efisiensi waktu sepeda motor bisa menjadi solusi. Namun, dari sisi risiko kecelakaan lalu lintas jalan, tentu saja ada perhitungan sendiri. Sang pengendara akan terganggu konsentrasinya jika si anak tertidur atau melakukan gerakan tiba-tiba. Ruang untuk mengemudikan stang motor juga terganggu manuvernya. Belum lagi bicara keseimbangan, termasuk ketika hendak berbelok, menghindari lubang atau berputar arah,” jelas lelaki yang juga penulis buku Industri Sepeda Motor ini.

Edo menambahkan, “Dalam tiga tahun terakhir, jumlah korban anak Sekolah Dasar akibat kecelakaan motor terus meningkat. Dibanding dengan anak SMP, SMA atau bahkan Mahasiswa, anak SD menempati posisi tertinggi angka kecelakaan motor di jajaran siswa sekolah. Data ini valid, langsung dari Dirlantas Mabes Polri,” jelasnya.

Masih menurut Edo, di sisi lain, regulasi Undang Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), mengancam sanksi denda atau pidana bagi pengendara sepeda motor yang membawa pembonceng lebih dari satu. Artinya, sepeda motor hanya diizinkan untuk dikendarai maksimal dua orang. Sanksinya bisa denda maksimal Rp 250 ribu atau kurungan badan maksimal dua bulan.

Senada dengan Edo Rusyanto, Training Director JDDC Crash Free Int, Jusri Pulubuhu, mengungkapkan bahwa membonceng anak didepan atau diantara pengendara dan boncenger paling belakang sama beresikonya.

Nemurut Jusri, tindakan atau perilaku Unsafe ini diakibatkan kurangnya pendidikan dalam konteks keselamatan berkendara. Masih menurut Jusri, kondisi kecelakaan juga menjadi perhatian  badan kesehatan dunia, WHO. menurut WHO kondisi ini diakibat oleh kurangnya pendidikan dalam kontek keselamatan berkendara.

Kurangnya pengetahuan masalah keselamatan berkendara memicu timbulnya tindakan dan prilaku yang membahayakan. Baik bagi diri sendiri atau pengguna jalan lain.

“Disini dituntut komitmen penguasa untuk menerapkan apa yang telah diungkapkan terutama tenatang masalah keselamatan berkendara. Para penguasa itu harus terus menggalakan pendidikan dan sosialisasi masalah keselamatan berkendara,” kata Jusri.

Jusri menambahkan, bahwa prilaku dan posisi pengendara serta boncenger juga memperngaruhi dampak kecelakaan yang terjadi.

Menyongsong Hari Anak Nasional (HAN), 23 Juli, tak ada salahnya jika para orang tua lebih meningkatkan kesadaran pentingnya keselamatan di jalan. Isu ini masih selaras dengan tema sentral yang diusung pemerintah dalam Peringatan HAN 2010 yakni “Anak Indonesia Belajar Untuk Masa Depan”. Dengan Sub Tema: “Kami Anak Indonesia, Jujur, Berakhlak Mulia, Sehat, Cerdas Dan Berprestasi.”

“Melalui tema tersebut diharapkan seluruh komponen bangsa terinspirasi untuk terus meningkatkan perhatian terhadap pentingnya mempersiapkan anak-anak Indonesia menjadi generasi unggul yang memiliki karakter jujur, berakhlak mulia, sekaligus sehat, cerdas dan berprestasi,” pungkas Edo.

Naskah : Jay / Foto : Edo Rusyanto